achedy
achedy Achedy adalah Konsultan Web dan Web Programmer. Blog utama saya di http://achedy.penamedia.com

3. Kancil dan Buaya

Tidak ada komentar

Setelah mengetahui bahwa Anjing benar-benar sudah pergi jauh, Kancil berani keluar dari persembunyian. Tetapi, hatinya belum tenang benar. Dia masih khawatir, jangan-jangan Anjing datang lagi untuk menyerangnya. 

Agar terbebas dari ancaman Anjing, Kancil berniat pergi jauh. Lalu, dimulailah perjalanan jauh itu. Ketika sampai di tepi sungai besar, Kancil berhenti. Sebabnya, tak ada jembatan dan juga tak ada perahu untuk menyeberang.

Tetapi, Kancil bukan binatang bodoh. Dia menoleh ke kanan dan ke kiri. Dilihatnya beberapa batang pisang berserakan. Diambilnya beberapa batang pisang itu, didorong ke tepi sungai,  dan disusun menjadi rakit.

“Asyik,” katanya. “Aku akan menyeberangi sungai dengan rakit batang pisang.”

Tak lama kemudian, Kancil sudah siap menyeberang dengan rakit. Dia tak menyadari bahwa seekor buaya mengintainya. Tiba-tiba “hup” kaki belakang Kancil digigit buaya. 

“Hai, Pak Buaya. Mengapa kau gigit kakiku? Mengapa kau tidak mendorong rakitku ke seberang?”

“Diam. Jangan tanya-tanya lagi. Aku akan memakanmu. Aku lapar.”

“Kalau begitu, sama dong,” tukas Kancil. “Aku juga lapar. Nah, karena sama-sama lapar, sebaiknya begini saja. Lepaskan aku lebih dulu. Antarkan aku ke seberang. Di sana banyak buah-buahan.  Biarkan aku makan buah-buahan sampai puas. Jika sudah gemuk, jika sudah gendut, kamu boleh memakan aku.”

“Usul yang baik,” pikir Buaya. “Jika kamu gendut, pasti dagingmu semakin banyak.”

Tanpa ragu-ragu Buaya melepaskan gigitannya. Buaya lalu mengambang agar Kancil dapat berdiri di punggungnya. Setelah Kancil berada di punggungnya, buaya meluncur mengatarkan Kancil ke seberang sungai. 

“Asyiiik!” seru Kancil kegirangan.

“Ya, terserah kamu. Boleh saja bergembira sekarang. Tapi, sebentar lagi kamu akan masuk ke dalam perutku,” kata Buaya di dalam hati.

Sampai di seberang sungai, Kancil langsung melomapat-lompat kegirangan. Kancil terus berjalan menjauh dari sungai. Yang dituju adalah daerah subur tepi hutan. Di sana banyak buah-buahan seperti pepaya, mangga, pisang, dan jambu  yang dapat mengenyangkan perutnya. Kancil senang tinggal di sana.

Akan tetapi, setelah sebulan tinggal di sana, Kancil merasa bosan. Dia ingin kembali ke tempatnya semula. Tetapi, ada kendala yang harus dihadapi. Apa itu? Buaya. Ya, Buaya di sungai. Dia pasti dimakan Buaya jika menyeberangi sungai. Itulah masalahnya. Tetapi, bukan Kancil kalau tak dapat menyelesaikan masalah.

Pada suatu hari, dengan tenang Kancil menuju sungai. Dari tepi sungai diamatinya para Buaya. Kancil merasa takut melihat banyaknya Buaya yang ganas. Tetapi, Kancil memberanikan diri menyapa Buaya. 

“Hai, Pak Buaya!,” teriak Kancil dengan lantang. “Aku datang. Lihatlah, aku sekarang sudah gendut.” 

“Ya, aku memang menunggu kamu!” jawab Buaya senang. “Mengapa lama sekali kamu di sana?” 

“Ya, supaya aku menjadi gemuk. Sekarang dagingku sudah bertambah banyak. Bagilah dengan teman-temanmu secara adil. Temanmu berapa?”

“Entahlah, belum saya hitung,” jawab Buaya.

“Wah, payah kamu Buaya. Bagaimana membaginya jika jumlahnya saja tak diketahui. Karena itu, coba semuanya berkumpul, berjajar dari sini sampai ke seberang sana. Aku akan menghitung kalian!” perintah Kancil dengan tegas. 

Anehnya, tak ada Buaya membantah. Mereka menurut saja.  Semuanya berkumpul lalu berjajar dari tepi sungai tempat Kancil berdiri sampai tepi sungai seberang. Kancil melompat ke punggung Buaya yang paling dekat sambil menghitung “satu...”, lalu melopat ke punggung Buaya berikutnya sambil menghitung “dua..., tiga...,” dan seterusnya. 

 Ketika sampai punggung Buaya terakhir yang berada di tepi sungai seberang, Kancil melompat ke darat sambil berseru, “Selamat tinggal Buaya!” Kancil langsung berlari kencang meninggalkan sungai. 

Ketika itulah semua Buaya sadar bahwa telah ditipu Kancil. Itu salahnya sendiri, mengapa percaya begitu saja omongan Kancil? Bukankah semua binatang tahu bahwa Kancil itu binatang licin yang mampu menyelamatkan diri. Kini para Buaya menyadari kebodohannya. Sejak saat itu, semua Buaya rajin belajar agar tidak dibodohi pinatang lain.

Unsur Pendidikan

Dongeng di atas mengandung unsur pendidikan budi pekerti luhur, antara lain sebagai berikut. Pertama, kita hendaknya berusaha menghindari bahaya, seperti Kancil yang pergi jauh agar tidak diserang Anjing. Kedua, kita hendaknya rajin belajar agar tidak bodoh seperti Buaya yang dengan gampang ditipu Kancil. 

achedy
achedy Achedy adalah Konsultan Web dan Web Programmer. Blog utama saya di http://achedy.penamedia.com

Komentar